Semar adalah putra Sanghyang Tunggal dan Dewi Wiranti. Ia mempunyai dua saudara, yaitu Sanghyang Antaga (Togog) dan Sanghyang Manikmaya (Batara Guru). Tiga bersaudara ini berasal dari telur yang bercahaya. Ketika dipuja oleh Sanghyang Tunggal, telur itu pecah. Kulitnya menjadi Togog, putih telurnya menjadi Semar dan kuning telurnya menjadi Batara Guru.
Pada waktu di kahyangan, Semar bernama Sanghyang Ismaya dan mempunyai istri yang bernama Dewi Kanastri. Ia mempunyai sepuluh putra yaitu: Sanghyang Bongkokan, Temboro, Kuwera, Wrehaspati, Siwah, Surya, Candra, Yamadipati, Kamajaya dan Darmanastiti.
Sebutan lain dari Semar adalah: Saronsari, Ki Lurah, Badranaya, Nayantaka, Puntaprasanta, Janggan Asmarasanta, Bojagati, Wong Boga Sampir dan Ismaya. Semar mempunyai berwatak sabar, jujur, ramah dan suka humor. Setelah turun dari kahyangan, ia menjadi abdi (panakawan) yang selalu member bimbingan bagi para ksatria. Pada waktu di kahyangan, ia berwajah tampan tetapi setelah ia turun ke Arcapada (dunia), semar menjadi gendut, pendek berwajah lucu karena matanya selalu berair.
Diceritakan pada waktu Antaga, Ismaya(Semar) dan Manikmaya mengikuti sayembara menelan gunung yang berbunyi: “Barang siapa yang bisa menelan gunung dan mengeluarkannya lewat dubur, maka ia nanti akan mampu menjadi raja di tiga dunia (jagad luhur, madya, andhap). Antaga menobanya namun gagal, malah mulutnya menjadi sobek. Ismaya (semar) berhasil menelannya, namun tak bisa mengeluarkannya sehingga perutnya menjadi buncit dan mata selalu berair karena menahan sakit. Sedangkan Manikmaya berhasil yang kemudian ia diangkat jadi raja di Kaendran dan Suralaya serta menguasai tiga dunia.
Kemudian Ismaya ditugaskan oleh Sanghyang Wenang untuk turun ke bumi menjadi abdi para ksatria keturunan witaradya termasuk leluhur Pandawa. Ia bertempat tinggal di Karang Kadempel dengan nama Semar Badranaya dan mengadopsi tiga anak yaitu Gareng, Petruk dan Bagong. Semar, Gareng, Petruk dan Bagong disebut Punakawan. Panakawan mempunyai arti teman yang setia. Pana artinya ‘tahu’ dan kawan artinya ‘teman’. Panakawan artinya tahu apa yang harus dilakukan ketika mendampingi tuannya dalam keadaan suka maupun duka.
Panakawan selalu mengikuti ksatria membela kebenaran serta selalu menjadi penghibur di kala junjunannya sedang dilanda sedih. Digambarkan juga Semar dapat menjadi sarana ketentraman dan kemuliaan bagi negara yang ditempatinya. Pandawa telah menganggap Semar seperti penasehatnya, terlebih Pandawa pun tahu bahwa Semar adalah dewa yang turun ke bumi untuk keselamatan dan keadilan. Selain watak semar yang baik, ia juga menjadi penasehat yang arif dan bijaksana, tidak suka marah dan senang bercanda. Apabila ia marah tak ada satu pun yang bisa meredamnya kecuali Sanghyang Wenang.
Pada waktu di kahyangan, Semar bernama Sanghyang Ismaya dan mempunyai istri yang bernama Dewi Kanastri. Ia mempunyai sepuluh putra yaitu: Sanghyang Bongkokan, Temboro, Kuwera, Wrehaspati, Siwah, Surya, Candra, Yamadipati, Kamajaya dan Darmanastiti.
Sebutan lain dari Semar adalah: Saronsari, Ki Lurah, Badranaya, Nayantaka, Puntaprasanta, Janggan Asmarasanta, Bojagati, Wong Boga Sampir dan Ismaya. Semar mempunyai berwatak sabar, jujur, ramah dan suka humor. Setelah turun dari kahyangan, ia menjadi abdi (panakawan) yang selalu member bimbingan bagi para ksatria. Pada waktu di kahyangan, ia berwajah tampan tetapi setelah ia turun ke Arcapada (dunia), semar menjadi gendut, pendek berwajah lucu karena matanya selalu berair.
Diceritakan pada waktu Antaga, Ismaya(Semar) dan Manikmaya mengikuti sayembara menelan gunung yang berbunyi: “Barang siapa yang bisa menelan gunung dan mengeluarkannya lewat dubur, maka ia nanti akan mampu menjadi raja di tiga dunia (jagad luhur, madya, andhap). Antaga menobanya namun gagal, malah mulutnya menjadi sobek. Ismaya (semar) berhasil menelannya, namun tak bisa mengeluarkannya sehingga perutnya menjadi buncit dan mata selalu berair karena menahan sakit. Sedangkan Manikmaya berhasil yang kemudian ia diangkat jadi raja di Kaendran dan Suralaya serta menguasai tiga dunia.
Kemudian Ismaya ditugaskan oleh Sanghyang Wenang untuk turun ke bumi menjadi abdi para ksatria keturunan witaradya termasuk leluhur Pandawa. Ia bertempat tinggal di Karang Kadempel dengan nama Semar Badranaya dan mengadopsi tiga anak yaitu Gareng, Petruk dan Bagong. Semar, Gareng, Petruk dan Bagong disebut Punakawan. Panakawan mempunyai arti teman yang setia. Pana artinya ‘tahu’ dan kawan artinya ‘teman’. Panakawan artinya tahu apa yang harus dilakukan ketika mendampingi tuannya dalam keadaan suka maupun duka.
Panakawan selalu mengikuti ksatria membela kebenaran serta selalu menjadi penghibur di kala junjunannya sedang dilanda sedih. Digambarkan juga Semar dapat menjadi sarana ketentraman dan kemuliaan bagi negara yang ditempatinya. Pandawa telah menganggap Semar seperti penasehatnya, terlebih Pandawa pun tahu bahwa Semar adalah dewa yang turun ke bumi untuk keselamatan dan keadilan. Selain watak semar yang baik, ia juga menjadi penasehat yang arif dan bijaksana, tidak suka marah dan senang bercanda. Apabila ia marah tak ada satu pun yang bisa meredamnya kecuali Sanghyang Wenang.