Batara Ganesha atau Batara Gana adalah putra dari Batara Guru dengan Dewi Uma. Ia berwujud dewa berkepala gajah. Dewa ini menjadi perlambang ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Diceritakan ketika kelahirannya, pada waktu Batara Guru baru bertapa, kahyangan didatangi musuh yaitu Prabu Nilarudraka disertai prajuritnya yang sangat banyak. Para dewa dikalahkan semuanya.
Menurut sesepuh di kahyangan, Batara Narada, yang bisa mengalahkan musuh ini adalah Batara Guru sendiri, padahal pada waktu itu Batara Guru baru saja bertapa dan tak ada satu pun yang bisa membangunkannya. Batara Narada mencari akal. Akhirnya ia menyuruh Batara Kamajaya (dewa asmara) untuk melepaskan panah Pancawisaya-nya, sehingga Batara Guru menjadi rindu pada istrinya, Dewi Uma.
Pada waktu Batara Guru mengetahui bahwa yang membuatnya merasa rindu adalah Batara Kamajaya, ia murka. Kamajaya terbakar menjadi abu setelah dipandang oleh mata kening Batara Guru. Istri Kamajaya, Dewi Ratih ikut terjun ke dalam api yang membakar suaminya dan bersatu dalam keabadian. Lalu keduanya menitis dalam jiwa laki-laki dan perempuan, sehingga keduanya mempunyai rasa rindu, kasih sayang dan asmara.
Setelah kejadian itu, Batara Guru pulang ke kahyangan dan bertemu dengan Dewi Uma. Tak berapa lama Batara Indra datang dengan naik gajah besar bernama Erwana memberi laporan tentang hasil perangnya melawan musuh. Dewi Uma kaget, padahal ia sedang mengandung. Seketika ia melahirkan bayi berkepala gajah yang kemudian Batara Guru memberinya nama Dewa Ganesa.
Bayi berkepala gajah itu kemudian dipuja agar menjadi besar karena dimaksudkan untuk melawan Prabu Nilarudraka yang merusak kahyangan. Lalu terjadilah perang besar antara Ganesa dan Nilarudraka. Sang prabu seketika dikalahkan oleh Ganesa dan para para prajuritnya melarikan diri karena ketakutan. Sebagai hadiah, Batara Guru member Batara Ganesa tempat di Kahyangan Glugutinatar.
Menurut sesepuh di kahyangan, Batara Narada, yang bisa mengalahkan musuh ini adalah Batara Guru sendiri, padahal pada waktu itu Batara Guru baru saja bertapa dan tak ada satu pun yang bisa membangunkannya. Batara Narada mencari akal. Akhirnya ia menyuruh Batara Kamajaya (dewa asmara) untuk melepaskan panah Pancawisaya-nya, sehingga Batara Guru menjadi rindu pada istrinya, Dewi Uma.
Pada waktu Batara Guru mengetahui bahwa yang membuatnya merasa rindu adalah Batara Kamajaya, ia murka. Kamajaya terbakar menjadi abu setelah dipandang oleh mata kening Batara Guru. Istri Kamajaya, Dewi Ratih ikut terjun ke dalam api yang membakar suaminya dan bersatu dalam keabadian. Lalu keduanya menitis dalam jiwa laki-laki dan perempuan, sehingga keduanya mempunyai rasa rindu, kasih sayang dan asmara.
Setelah kejadian itu, Batara Guru pulang ke kahyangan dan bertemu dengan Dewi Uma. Tak berapa lama Batara Indra datang dengan naik gajah besar bernama Erwana memberi laporan tentang hasil perangnya melawan musuh. Dewi Uma kaget, padahal ia sedang mengandung. Seketika ia melahirkan bayi berkepala gajah yang kemudian Batara Guru memberinya nama Dewa Ganesa.
Bayi berkepala gajah itu kemudian dipuja agar menjadi besar karena dimaksudkan untuk melawan Prabu Nilarudraka yang merusak kahyangan. Lalu terjadilah perang besar antara Ganesa dan Nilarudraka. Sang prabu seketika dikalahkan oleh Ganesa dan para para prajuritnya melarikan diri karena ketakutan. Sebagai hadiah, Batara Guru member Batara Ganesa tempat di Kahyangan Glugutinatar.