Sukrasana adalah adik dari Bambang Sumantri atau Patih Suwanda. Sukrasana adalah anak dari Begawan Suwandagni dari pertapaan Jatisarana. Walau pun wujudnya buta bajang (raksasa kecil), tetapi ia sangat sakti dan memiliki cinta kasih yang luar biasa kepada saudara tuanya (Sumantri). Ia senantiasa membantu kesulitan kakaknya.
Ketika itu Sumantri sedang mendapat hukuman dari Raja Arjuna Sasrabahu. Ia dapat kembali menjadi patih apabila mampu memindahkan Taman Sri Wedari dari kahyangan utara segara (tempat Batara Wisnu) ke kerajaan Maespati. Sumantri putus asa, karena tidak mungkin dapat melakukannya. Tetapi Sukrasana membantunya dengan ikhlas, bahkan hanya dengan sekejap mata, taman itu telah pindah ke Maespati. Sumantri sangat keheranan dan berterimakasih kepada adiknya itu.
Sebagai tanda terimakasih, Sukrasana minta diperkenankan ikut kakaknya ke mana pun pergi. Ini sebenarnya karena cinta kasih Sukrasana kepada kakaknya, Sumantri agak bimbang karena Sukrasana berbentuk raksasa kecil, sedangkan Sumantri sangat tampan menawan gagah perkasa.
Sumantri kembali menjadi patih (perdana mentri). Sukrasana diam-diam datang ke Maespati. Di sana ia kebingungan apa yang harus dikerjakan sementara kakaknya sedang bertugas. Lalu ia berkeliling istana, ia mendapati para putri keraton sedang mandi. Ia termenung dan terpesona akan kecantikan para putri keraton itu.
Ternyata ada salah satu putri yang menyadari kehadiran Sukrasana. Putri itu menjerit diikuti pula putri-putri lainnya. Sumantri pun segera dipanggil oleh Arjuna Sasrabahu agar adiknya itu dinasehati dan disingkirkan. Sumantri pun agak marah dan menyuruh adiknya pergi, Sukrasana pun menolak dan tetap mengikuti kakaknya. Lalu Sumantri mengangkat busur dan berpura-pura akan memanah adiknya dengan harapan adiknya (Sukrasana) itu mau pergi. Namun tetap saja merengek.
Lama-lama kelamaan tangan Sumantri berkeringat dan secara tidak sadar panahnya lepas dan mengenai Sukrasana. Adiknya pun meninggal seketika. Sumantri sangat menyesal dan menangis sambil memeluk jasad Sukrasana. Sukrasana pun tahu itu adalah faktor ketidaksengajaan.
Sukmanya berkata pada Sumantri : “Kakak Sumantri, aku tahu engkau sangat mencintaiku, maka aku pun tak akan masuk kea lam keabadian jika tidak bersamamu. Aku akan menunggumu. Waspadalah, jika suatu hari engkau menemui musuh bermuka sepuluh, saat itulah kematianmu tiba. Sudah kakang SUmantri, saya pamit.” Sumantri semakin menyesali tindakannya yang bodoh itu. Lalu jasad adiknya disemayamkan dengan sebaik-baiknya.
Ketika itu Sumantri sedang mendapat hukuman dari Raja Arjuna Sasrabahu. Ia dapat kembali menjadi patih apabila mampu memindahkan Taman Sri Wedari dari kahyangan utara segara (tempat Batara Wisnu) ke kerajaan Maespati. Sumantri putus asa, karena tidak mungkin dapat melakukannya. Tetapi Sukrasana membantunya dengan ikhlas, bahkan hanya dengan sekejap mata, taman itu telah pindah ke Maespati. Sumantri sangat keheranan dan berterimakasih kepada adiknya itu.
Sebagai tanda terimakasih, Sukrasana minta diperkenankan ikut kakaknya ke mana pun pergi. Ini sebenarnya karena cinta kasih Sukrasana kepada kakaknya, Sumantri agak bimbang karena Sukrasana berbentuk raksasa kecil, sedangkan Sumantri sangat tampan menawan gagah perkasa.
Sumantri kembali menjadi patih (perdana mentri). Sukrasana diam-diam datang ke Maespati. Di sana ia kebingungan apa yang harus dikerjakan sementara kakaknya sedang bertugas. Lalu ia berkeliling istana, ia mendapati para putri keraton sedang mandi. Ia termenung dan terpesona akan kecantikan para putri keraton itu.
Ternyata ada salah satu putri yang menyadari kehadiran Sukrasana. Putri itu menjerit diikuti pula putri-putri lainnya. Sumantri pun segera dipanggil oleh Arjuna Sasrabahu agar adiknya itu dinasehati dan disingkirkan. Sumantri pun agak marah dan menyuruh adiknya pergi, Sukrasana pun menolak dan tetap mengikuti kakaknya. Lalu Sumantri mengangkat busur dan berpura-pura akan memanah adiknya dengan harapan adiknya (Sukrasana) itu mau pergi. Namun tetap saja merengek.
Lama-lama kelamaan tangan Sumantri berkeringat dan secara tidak sadar panahnya lepas dan mengenai Sukrasana. Adiknya pun meninggal seketika. Sumantri sangat menyesal dan menangis sambil memeluk jasad Sukrasana. Sukrasana pun tahu itu adalah faktor ketidaksengajaan.
Sukmanya berkata pada Sumantri : “Kakak Sumantri, aku tahu engkau sangat mencintaiku, maka aku pun tak akan masuk kea lam keabadian jika tidak bersamamu. Aku akan menunggumu. Waspadalah, jika suatu hari engkau menemui musuh bermuka sepuluh, saat itulah kematianmu tiba. Sudah kakang SUmantri, saya pamit.” Sumantri semakin menyesali tindakannya yang bodoh itu. Lalu jasad adiknya disemayamkan dengan sebaik-baiknya.